aku tercipta di antara dua musim yang tak mau berganti.
menapaki sisi-sisi yang selalu sunyi.
perlahan menikmati tiap titik, detik, dan terkadang membuat semua mendelik.
menikmati titik-titik air yang berkejaran selimuti permukaan yang tak pernah basah.
saat cakrawala senja menebar kelambu kelam seketika semua berubah. kebencianku akan dusta semakin menggila hingga menelan semua yang ada, buta. aku kering, bahkan terlalu gersang untuk bisa menhidupi jiwa dalam raga. logika nyaris tak bernyawa karena cinta terlambang titisan bimbang. aku adalah proletar di hadapan mataku, lebih kecil dari kerdil. akankah penguasa langit akan curahkan setetes air? atau penjaga sungai mengundangku menceburkan diri dan biarkanku kembali? maka langkahku semakin jelas karena hati dapat memilih arti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar