Tak adalagi harga diri,
semua telah aku letakkan di telapak kaki mu,
Tak ada lagi malu,
Aku tersenyum, kau injak kepalaku yang mencumbu punggung kaki.
Mengapa malam begitu tega merengut satu-satunya kebahagiaanku.
Menggantikannya dengan kelambu kelam.
Senyum itu hampir sempurna di secarik mimpi.
Salahkah bila aku yang hina ini ingin bersanding dengan mimpi?
Mengapa tak pernah ada jawab,
Tak ada bunyi,
Aku hanya ingin kalian tahu, dengan tulus ku berujar, maaf yang ku cari.
Khilafku harus ku tebus,
Berapapun harga yang harus ku bayar,
Meski harus menyelupkan kepala ke dalam jamban.
Mengapa ia tak mau peduli?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar