Kamis, 12 Juni 2008

Sebuah potret gagal cetak

Bangsat,

Muak aku mendengar mereka yang pura-pura miris mendengar mereka meringis,

Ketika hidup menjadi sedemikian mahal,

Hingga harga diri tak lagi berarti, bahkan harga diri yang telah tergadaikan pun tak cukup tuk penuhi bekal hari ini.

Mereka mengutuk kami yang selama ini menjadi alas kaki lebih baik mati!

Mereka menganggap sampah lebih berharga dari nyawa kami, apalagi permata di negeri ini.

Hewan-hewan buas kini bisa melintasi rimba, bahkan kini mereka bersayap-berenang.

Siap menyantap daging-daging kami yang nyaris membusuk di sini, di tengah kebun buah, yang tak bisa mengisi perut ketika panen tiba.

Dan mereka tetap pura-pura bicara simpati-empati,

Sedang mereka tersenyum lebar dalam batin, mereka mendapat sekeranjang buah jatah dari serigala-serigala buncit, Anak mereka tidak akan mati kelaparan tahun ini,. biar saja fakir mati, agar tak adalagi beban akan moral yang tertindas.

Kapankah datang khalifah arif ramalan para nabi?

Tanah ini menjadi neraka kaumku,

Sedang vampir mempercepat regenerasi.

Kami tak mau sembunyi,

Kami harus sembunyi,

Atau mati…

Tidak ada komentar: